Sumber foto : dok. SBS
Poker Tulip - Pekan lalu sempat heboh mengenai drama Korea Racket Boys yang dinilai telah melecehkan Indonesia. Lantaran pada sebuah adegannya, terdapat dialog yang disebut telah merendahkan panitia penyelenggara turnamen bulu tangkis yang ada di Indonesia.
Rupanya hal tersebut tidak hanya menjadi sorotan di Indonesia saja. Pada saat episode 5 dari Racket Boys ditayangkan, penonton Indonesia banyak yang geram dan mengkritik SBS hingga mereka menuntut permintaan maaf di media sosial stasiun televisi Korea Selatan tersebut.
Isu rasisme yang dihadirkan dalam drama Racket Boys rupanya juga menjadi perhatian juga oleh para pengamat dan ahli di Korea Selatan. Terlebih lagi, terdapat dua drama SBS yang sedang tayang dan mendapat komentar pedas mengenai rasisme hingga cultural appropriation, dan hal ini terdapat di drama The Penthouse 3.
Hyun Hae Ri, yaitu CEO perusahaan Muam yang bergerak di bidang konsultan perusahaan produksi konten, turut membagikan pendapatnya mengenai hal ini. Menurutnya, di era streaming, konten pada saat ini masih tetap sulit untuk dapat memberikan batasan dalam drama fiksi, antara elemen kreatif dan ketidakpekaan terhadap penggambaran sebuah budaya.
Tentang Racket Boys, menurut Hyun Hae Ri, seperti yang dikutip dari The Korea Herald, dia menilai bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dikatakan wajar terjadi dalam sebuah pertandingan. Bukan terkait dengan komentar tim Korea Selatan terhadap panitia penyelenggara seperti yang ditampilkan di episode 5, tetapi kepada adegan ketika pendukung tim kandang meneriaki tim tandang.
"Hal tersebut biasa terjadi dalam pertandingan. Itu hanyalah tentang bagaimana penggemar merespons situasi dalam pertandingan olahraga dan kebetulan saja kali ini terjadi di Indonesia," katanya.
Hyun Hae Ri juga mengomentari tentang bagaimana penggemar Indonesia mengkritik habis-habisan pihak SBS pada episode Racket Boys yang dinilai kontroversial tersebut. Menurutnya, adegan tersebut tayang lantaran pihak tim produksi tidak benar-benar menyadari efek yang bisa ditimbulkan kemudian.
Ditambahkan olehnya, hal ini bisa terjadi lantaran popularitas drama Korea yang sangat besar di Indonesia. Popularitas seperti ini menurut Hyun Hae Ri, justru dapat dijadikan sebuah pertimbangan pada saat menciptakan konten ke depannya.
Heo Chul, selaku sutradara dan profesor dari Nanyang Technological University Singapura, berpendapat bahwa tim produksi konten di Korea Selatan sangat tertinggal dalam urusan kepekaan terhadap budaya ini. Bahkan menurut Heo Chul, bukan hanya tim produksi saja yang bermasalah, tetapi juga pada masyarakat Korea Selatan secara umum.
"Menurutku ini bukan hanya ketidakpekaan dan ketidakpedulian dari perusahaan produksi konten saja, tetapi permasalahan nasional Korea Selatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain," katanya.
Heo Chul pun menyarankan kepada produsen konten di Korea Selatan untuk dapat memperluas keberagaman staf produksinya. Sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi seperti dalam drama Racket Boys dan The Penthouse 3 tidak akan terulang.
"Kurangnya pemahaman mengenai masalah keragaman budaya merupakan masalah yang harus diatasi bersama oleh penonton domestik dan juga pembuat acara," tutup Heo Chul.
Poker Tulip | Bolatangkas Online | Agen Bolatangkas Online | Judi Bolatangkas Terpercaya